PENANGKARAN BATU
Murai watu di penangkaran Om Amiex’s (Amirul Mukminin, Malang) (Foto: kicaumania.org)
Meski ketika ini semakin banyak saja orang yang menangkarkan murai batu, tetapi prospek ke depannya tetap bagus. Hal ini disebabkan stok pasokan murai watu dari hutan mulai menipis lantaran terus dikuras, sementara peminat burung kicauan semakin hari semakin banyak saja. Pada ketika yang sama, banyak penghobi yang tidak sabar untuk merawat murai hasil tangkapan hutan lantaran usang jinaknya, dan kesannya harus menunggu setahun dua tahun untuk menikmati burungnya secara maksimal, apalagi untuk dibawa ke arena lomba.
Sementara anakan murai watu hasil penangkaran, selain kita sanggup menentukan anakan dari indukan-indukan tertentu yang kita sukai, entah lantaran suaranya atau lantaran postur tubuhnya, juga cepat bunyi. Bahkan ketika masih trotolpun sudah mulai sanggup dinikmati ngriwikannya. Selepas mabung, biasanya murai watu hasil tangkaran dengan indukan yang manis sudah mulai ngerol dan bahkan ada yang sudah siap masuk arena lomba.
Untuk penangkar, kondisi ini memang menguntungkan. Dan sejauh ini, tidak pernah ada kisah anakan murai watu harganya jatuh. Minimal bertahan tetapi kecenderungannya naik terus. Apakah dengan banyaknya penangkaran nanti tidak akan menciptakan harga burung murai watu jatuh di pasaran? Saya yakin tidak. Sebab, semakin hari semakin banyak orang yang mencari anakan-anakan murai watu dari indukan bagus, dan para penangkarpun akan harus berlomba untuk mencari indukan bagus. Artinya, kalau kita sudah sanggup menangkar dengan indukan yang kualitasnya “biasa saja”, tentu akan terpacu untuk mencari indukan dengan kualitas bagus. Artinya, pemburu murai watu hasil tangkaran tidak hanya penghobi tetapi juga penangkar yang sudah mapan atau para penangkar pemula.
Tentu saja, semoga kita sanggup bertahan menjadi penangkar murai watu yang produksinya selalu diburu oleh penghobi, haruslah selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas produk. Selain diupayakan melalui pencarian indukan di arena lomba, juga sanggup dilakukan cross antar jenis murai batu. Misalnya, murai watu ekor panjang untuk betina dan murai watu nias untuk pejantannya. Murai watu nias populer punya tembakan-tembakan yang melengking dan kristal, tetapi kurang disukai juri di arena lomba lantaran ekornya hitam semua. Nah dengan mencoba menyilangkannya dengan murai watu jenis lain, diperlukan akan menghasilkan anakan dengan bunyi kualitas nias tetapi dengan ada warna putih di ekornya.
Untuk memulai penangkaran, tentunya kita sudah harus menyiapkan sangkar penangkaran. Kandang penangkaran murai watu sanggup dilihat contohnya pada gambar di bawah ini:
Penampang dalam sangkar murai batu.
Keterangan:
A + B = lokasi untuk penempatan sarang; dalam satu sangkar sanggup diberi dua atau tiga kawasan biar burung menentukan sendiri mau bersarang di mana.
C = Atap tertutup
D= Atap terbuka (digunakan kawat strimin)
E= Wadah air (untuk mandi)
F= Lokasi/wadah pakan/air untuk minum
G=Tangkringan
Panjang x lebar x tinggi: Untuk murai watu dan burung ukuran sedang, diubahsuaikan dengan lebar kawat strimin di pasaran sehingga tidak repot mengerjakannya ==> panjang dan lebar = 90 cm; tinggi 180 atau 200 cm.
Bahan: sanggup dari apa saja asal kuat.
Batas samping kanan-kiri dan belakang = dinding/ tembok atau papan yang tahan usang dsb.
Atas = cuilan yang tertutup sanggup pribadi di atasnya yakni genting dengan semua cuilan sangkar sudah tertutup kawat strimin.
Tangkringan = kayu asem, kayu jati serutan dll yang penting keras, dengan diameter sekitar 2 – 3 cm.
Papan kawasan pakan (F) kayu yang kuat.
Penampang luar sangkar penangkaran murai batu.
Keterangan:
A. Kawat strimin sehingga burung sanggup terlihat dari luar untuk pengecekan.
B. Jendela untuk keluar masuk tangan mengganti air minum dan pakan.
C. Papan/tembok tertutup
D. Pintu untuk keluar masuk orang.
KOTAK SARANG
Berikut ini yakni kotak sarang, khususnya untuk burung MB. Bahan dari kayu yang kuat:
Kotak sarang murai batu
Wadah sarang untuk murai batu
Wadah sarang dari bambu
KERANGKA SARANG DAN PAKAN ANTI-SEMUT
Untuk kawasan sarang dan juga kawasan pakan anti-semut, sanggup dibuatkan kerangka tersendiri menyerupai di bawah ini:
BAHAN PENYUSUN SARANG:
Di dalam sangkar juga perlu disiapkan materi penyusun sarang berupa merang atau daun cemara/pinus. Sebagian dimasukkan ke kotak wadah sarang untuk merangsang burung membikin sarang dan sebagian besar lainnya diletakkan di lanyai sangkar di kawasan yang kering.
Pemilihan indukan dan penjodohan
Murai watu di penangkaran Om Amiex. (Foto: kicaumania.org)
Sebagaimana pemilihan indukan untuk burung penangkaran pada umumnya, maka untuk menentukan indukan jantan, pilih saja murai watu yang sehat, tidak cacat fisik dan gacor dengan asumsi usia di atas 2 tahun. Sedangkan betinanya, sanggup dipilih yang usia di atas 1 tahun, mulus dan sudah mau bunyi kalau didekatkan dengan murai watu jantan. Pilihlah jantan dan betina yang jinak, dalam arti tidak takut lagi dengan manusia. Soal asal murai batu, pilih sesuai harapan Anda. Bisa asal Lampung, Aceh atau dari manapun.
Untuk penjodohan, sama dengan proses penjodohan cucak ijo pada artikel saya sebelumnya. Tetapi, oke, saya tulis ulang saja di sini. Intinya, proses penjodohan sanggup dilakukan dengan sangkar penjodohan, yakni sangkar bersekat yang sekatnya sanggup kita ambil sewaktu-waktu. Jika tidak punya sangkar sekat, sanggup gunakan sangkar harian biasa. Penjodohan dilakukan dengan selalu menempelkan sangkar si jantan dan betina berdempetan. Dengan posisi ini, maka jantan yang sudah birahi pada tahap awal akan selalu berkicau mengarah si betina. Si betina juga akan menanggapi dengan siulan-siulan khas betina. Jika belum mau berjodoh, betina akan menghindar dengan cara menjauh dan bersikap cuek. Proses penjodohan ini sanggup berlangsung usang atau sebentar tergantung dari kondisi birahi masing-masing. Yang jelas, murai watu betina yang sudah birahi, tanda-tandanya suka menggetar-getarkan sayap dan selalu berusaha mendekat ke murai watu jantan.
Untuk menciptakan burung cepat jodoh, beliau biasanya melaksanakan hal sebagai berikut
1. Hari pertama diberi EF yang lebih dari biasa, misal jantan betina diberi masing-masing 10 ekor jangkrik dan 10 ekor cacing dengan tujuan semoga keduanya terpacu birahinya.
2. Hari kedua, jatah jantan tetap dan jatah betina dikurangi, misal 10 : 5, hal ini ditujukan untuk tetap menjaga birahinya.
3, Hari ketiga jatah jantan ditambah dan jatah betina dihilangkan. Tujuannya pada ketika si jantan birahi, beliau akan memainkan EF di mulutnya, dan pada ketika yang bersamaan si betina kelaparan lantaran tidak menerima jatah makan, sehingga si betina akan berusaha meminta jatah makan dari si jantan.
Proses ini sanggup dilanjutkan untuk beberapa hari ke depan. Lamanya tergantung burung itu sendiri, sanggup sehari, 2 hari atau mungkin 1 bulan belum jodoh.
Proses penjodohan menyerupai itu pula yang biasa dilakukan para penangkar. Proses penjodohan ini dilakukan selama hampir sebulan hingga jantan betina mau bercampur tanpa tarung lagi.
Kadang, ada juga penangkar yang pribadi memasukkan murai watu jantan dan betina dalam satu sangkar penangkaran tanpa proses penjodohan terlalu lama. Namun hal ini biasa dilakukan ketika murai watu jantan dan betina sama-sama mabung sehingga tidak garang terhadap pasangan.
Berkaitan dengan penjodohan murai watu ini, ada tips yang disampaikan Om Rudi Jambi yang sudah sukses menangkar murai batu. Dalam tulisannya di forum KM, Om Rudi menulis menyerupai di bawah ini.
1. Agar proses penjodohan lebih mudah, iapkan betina lebih dari 1 ekor, dekatkan dengan pejantan yang telah diseleksi, baik dari kualitas suara, katuranggan maupun prestasinya. Bila sudah ada yang tampak rajin bunyi, ngeleper-ngeleper sayapnya sambil ngeriwik, itu menunjukan si betina sudah birahi, pilih betina tersebut, dekatkan dengan pejantan ditempat terpisah selama kurang lebih 3 hari.
2. Masukan ke dalam sangkar bersekat, atau biasanya disebut sangkar jodoh, atau bila tidak ada sangkar bersekat boleh juga mengunakan sangkar biasa yang diletakan berhimpitan.
3. Harus dilakukan pengamatan secara rutin, untuk memastikan jodoh tidaknya indukan pilihan tersebut.bila sudah terlihat akrab, yakni sering terlihat berhimpitan meski masih dibatasi sekat, gres masukan ke sangkar penagkaran.
4. Amati sikap indukan, amati terus apakah si pejantan sudah benar-benar mau mendapatkan pasangannya. Tanda-tanda penjodohan yang sukses, apabila sepasang indukan sering berduaan, sering kejar-kejaran, tapi bukan saling serang.sebaliknya bila sang jantan mengejar dan menghajar betina, maka segera pisahkan kembali pasangan tersebut, karna bila dibiarkan sanggup berakubat fatal…yakni…. ajal pada sang betina…
5. Lakukan penjodohan alternatif, ulangi kembali penjodohan dari tahap pertama selama 1 minggu, kemudian masukan betina kedalam sangkar kecil dan masukan kedalam sangkar besar, sementara itu biarkan sang pejantan bebas didalam sangkar penangkaran dan merasa lebih berkuasa, langkah ini juga bertujuan mengurangi birahi pejantan.
6. Ganti pasangan bila tidak mau jodoh, ini merupakan alternatif terakhir dan mutlak dilakukan, yakni bila pasangan tersebut tetap tidak sanggup jodoh, ganti betina dengan betina baru. Lakukan langkah-langkah penjodohan mulai dari awal sambil diamati perkembangannya.
Nah, lagi-lagi tips saya tetap sama di artikel penangkaran yang sudah saya tulis, yakni jikalau burung kita sulit atau usang berjodoh, maka kita sanggup memakai BirdMature. BirdMature yakni produk untuk meningkatkan birahi burung secara cepat, terutama untuk burung-burung penangkaran.
Menurut pengalaman penangkar murai batu, salah satunya yakni Om Didik di Gresik (RR BF), murai watu betina usia muda sudah sanggup dijodohkan dan sanggup berproduksi dan malah relatif produktif ketimbang yang tua. Murai watu betina usia sekitar 8 bulan, sudah sanggup dijodohkan dan ditangkarkan. Sedangkan jantannya, tetap memakai pejantan yang usianya lebih tua, minimal usia satu setengah tahun.
Manajemen pakan pada penangkaran murai batu
Untuk persoalan pakan, burung murai watu sanggup saja diberikan dengan pola standar berupa voer, serangga, kroto dan juga cacing. Namun demikian derma pakan untuk burung penangkaran harus lebih banyak porsinya ketimbang burung untuk peliharaan harian.
Perlu diingat, derma asupan yang tidak seimbang justru akan memperlama proses produksi. Penggunaan voer untuk ayam broiler misalnya, memang meningkatkan jumlah protein, tetapi pada ketika yang sama jumlah lemaknya pun banyak. Padahal, burung penangkaran yang kegemukan, akan sulit bereproduksi dengan baik. Begitu juga dengan voer yang biasa dipakai untuk burung kicau harian, secara umum sudah baik, namun kandungan mineralnya seringkali tidak sanggup kita pastikan lantaran banyak voer yang dijual tanpa disertai keterangan komposisi isi yang memadai. Dalam kaitan inilah saya menyarankan ke beberapa penangkar untuk memperlihatkan multi vitamin dengan komposisi yang pas untuk burung.
Multivitamin yang manis setidaknya mengandung vitamin utama, yakni A, D3, E, B1, B2, B3 (Nicotimanide) B6, B12, C dan K3; zat esensial menyerupai D-L Methionine, I-Lisin HCl, Folic Acid (sesungguhnya yakni salah satu bentuk dari Vitamin B) dan Ca-D Pantothenate. Untuk rujukan ini, silakan baca ihwal produk BirdVit.
Pada ketika yang sama, burung di penangkaran membutuhkan mineral yang komplit dan seimbang. Unsur Ca dan K misalnya, harus benar-benar tercukupi sehingga proses pembuatan cangkang telur sanggup berlangsung dengan baik. Lebih dari itu, kekurangan mineral pada burung akan menyebabkan beberapa hambatan dalam penangkaran, antara lain bulu lemah, tidak mulus, kusam; terkena rachitis (tulang-tulang lembek, bengkok dan abnormal); paralysa (lumpuh); perosis (tumit bengkak); anak burung mati sehabis menetas; mengalami urat keting (tendo); terlepas sendinya, tercerai (luxatio); paruh meleset, kekurangan darah sehingga pucat dan lemah; tidak juga segera bertelur, telur kosong, produktivitas rendah, dan daya tetas rendah, serta ajal embrio tinggi. Untuk menghindari hal itu, ada baiknya Anda mengetahui persoalan mineral burung.
Masa mengeram
Seperti halnya penangkaran burung pada umumnya, murai watu membutuhkan lingkungan yang tenang. Paling tidak, harus terbebas dari gangguan predator (kucing, tikus dll). Sementara untuk menghindarkan burung dari serangan penyakit yang berasal dari parasit, maka kita harus memastikan sangkar yang relatif bebas parsit dan serangga pengganggu menyerupai semut dan kecoak.
Parasit pengganggu burung di penangkaran ada macam-macam. Jika tidak ditangani secara serius, maka akan menyebabkan betina tidak nyaman dalam mengeram. Akibatnya, burung tidak hening dan selalu turun dari sarang. Jika ini berulang terjadi, maka dipastikan telur tidak sanggup menetas lantaran tidak mendapatkan suhu pengeraman yang stabil. Kadang-kadang, gangguan benalu juga menyebabkan indukan berlaku garang dan sanggup mengobrak-abrik sarang, makan telur sendiri, dan lain-lain.
Selama masa mengeram, ekstra fooding perlu dikurangi dengan tujuan semoga kedua burung tidak naik birahinya yang juga sering menyebabkan mereka berlaku garang baik terhadap pasangan amupun terhadap telur yang sedang dierami.
Setelah usia pengeraman 14 hari, maka telur burung murai watu akan menetas. Untuk mengantisipasi masa menetas, maka mulai hari ke-12 pengeraman, Anda perlu meningkatkan jumlah ekstra fooding dan menyediakan kroto sebagai pakan pertama yang akan diberikan indukan kepada anakannya.
Manajemen anakan
Minta makan. Murai watu anakan di penangkaran Om Amiex’s.
Jika telur telah sukses menetas, maka anakan murai watu sanggup Anda petik antara usia 5-10 hari. Kalau kurang dari 5 hari, kondisi burung terlalu lemah dan kadang menyulitkan kita untuk menyuapkan pakan. Sementara jikalau lebih dari 10 hari, burung sudah takut dengan manusia. Akibatnya, mereka takut disuapi dan pada ketika yang sama mereka belum sanggup makan sendiri. Selanjutnya, ya sanggup mati-lah belum dewasa murai batu.
Anak-anak murai watu sanggup Anda letakkan di wadah apa saja yang penting ada landasan dengan materi yang sama dengan yang dibentuk untuk menciptakan sarang di sangkar penangkaran. Untuk landasan teratas sanggup kita beri kapas semoga lembut dan tidak melukai anakan burung. Anakan di wadah khusus itu kemudian sanggup Anda letakkan di dalam kotak kayu atau kotak apa saja, dengan diberi lampu penghangat.
Sedangkan untuk pakan anakan murai watu yang diambil pada usia 5-10 hari, Anda sanggup menyiapkan kroto yang benar-benar higienis dari kotoran dan bangkai semut. Suapkan perlan-pelan dengan alat suap yang sanggup Anda buat menyerupai penjepit yang terbuat dari bambu. Atau Anda sanggup menciptakan dengan bentuk apapun yang penting sanggup untuk menyuapkan kroto ke paruh burung anakan. Kroto yang akan Anda berikan, perlu ditetes air sedikit sehingga memudahkan burung anakan untuk menelannya.
Untuk burung-burung di atas usia 7 hari, Anda juga sanggup memperlihatkan kroto yang dicampur dengan gabungan voer. Untuk memastikan kecukupan vitamin dan mineral anakan burung, Anda perlu menambahkan BirdVit ke dalamnya.
Anakan burung pada usia 15 hari ke atas, Anda sudah sanggup mulai memperlihatkan jangkrik kecil yang dibersihkan kaki-kakiinya, dan dipencet kepalanya. Atau kalau untuk derma di masa-masa awal, jangan disertakan kaki dan kepalanya. Lebih baik lagi kalau Anda sanggup memperlihatkan jangkrik yang sedang mabung, yakni masih lembut dan berwarna putih.
Ketika anakan burung sudah mulai meloncat-loncat besar lengan berkuasa di dalam boks sarang, Anda sanggup memindahkannya ke dalam sangkar gantung. Hanya saja perlu diingat, dasar sangkar gantung tetap diberi landasan materi yang sama dengan materi pembuat sarang. Tujuannya yakni mencegah kaki burung anakan cedera. Sementara untuk tangkringan harus dibentuk bertingkat semoga burung juga berguru meloncat antar tangkringan.
Sementara itu untuk administrasi indukan pasca anakan diambil, Anda sanggup menyetting pakan untuk indukan menyerupai pada masa pasca penjodohan. Setelah anakan diambil, biasanya 7-10 hari setelahnya, betina mulai bertelur lagi. Hal ini berulang terus dan akan mengalami perubahan ketika burung mengalami masa mabung.
Selamat menangkar.
0 Response to "Penangkaran Batu"